Mengenai Saya

Foto saya
aku adalah kamu, kamu adalah aku,

Minggu, 05 Oktober 2014

DINADIMU GADIS KECIL

Diantara jutaan manusia
aku menemukanmu
pada bilasan cahaya jingga
dan siluet senja di hamparan samudra
gadis kecil..
bermahkota dewa
berkalung cakrawala pantai Kuta
dan gemerincing gelang kaki
yang bernyanyi sepanjang beach walk
aku menemukanmu
dengan harum kenangan dan cempaka
dan asap kemenyan yang menembus alam nirwana
di nadimu, gadis kecil
aku tersungkur sujud
bukan hanya menyembah indah ragawi
tapi aku ..
memuja keindahan jiwa,
yang mengalir pada air suci
dan persembahan di altar para dewa
gadis kecil..
engkaulah surga
yang kutemukan diantara ribuan manusia
yang tetap berjalan,
dan menari dengan gemerincing
meski dikelilingi bahkan oleh jutaan manusia durhaka
yang terkadang …
menudingmu sebagai durjana

MAAF , KUPINJAM NAFASMU

maaf, kupinjam nafasmu
menemani mimpimu melewati awan
saban malam ia bercerita
tentang sependar cahaya

maaf , kupinjam nafasmu
melangkah melewati batu batu
tertatih ia dalam kisah yang bisu
mengeja hasrat yang sesekali bertamu

ah, si pandir itu
mengira diri sebagai bulan
yang dipuja setiap purnama
hingga hanyut oleh keharuman yang memabukkan

maka sekali lagi
biarlah kupinjam nafasmu
pada harapan yang penghabisan
barangkali di suatu malam nanti
cahaya menjelma sepasang sayap
yang membawaku padamu.

SUARA GADUH YANG LAIN

Diedarkannya pandangan ke seluruh kelas , melihat anak anak itu sedang asik mengerjakan soal yang diberikan. Seperti biasa ketika ia mengangkat kepalanya anak anak itu menutup mulutnya sejenak. Tapi begitu ia mulai menulis lagi, maka gumamam gumamam mulai terdengar . Sudah menjadi tradisi dimana mana kalau yang banyak itu sulit untuk diam.
“Emmmm….tolong..kerjakan soalnya sendiri nak” tegurnya untuk kesekian kali.
Anak anak terdiam, menoleh kearahnya, lalu kembali mengerjakan tugasnya. Anisa mulai menulis, administrasi ini banyak sekali, keluhnya dalam hati. Tidak cukupkah guru hanya mengajar saja tanpa membuat administrasi yang seabrek banyaknya. Tapi kata atassannya, kalau tidak membuat administrasi, bagaimana mereka tahu ibu sudah mengajar ?
ah.. benar juga ya. Maka pelan dengan sedikit enggan, terpaksa juga diselesaikannya administrasi yang dirasakannya bertele- tele dan memakan banyak waktu itu.
Riuh kembali terdengar dalam kelasnya. Ah..anak anak ini berbeda sekali dengan muridnya tahun lalu. Rasanya hampir bosan dia menegur, tapi mereka tetap dengan keributannya. Bahkan dalam mengerjakan soal sekalipun, mulutnya seperti lebah yang tidak henti berdengung. Untung saja kelasnya di pojok sekarang, karena sekolah sedang direnovasi, jadi tidak terlalu mengganggu kelas lain kalau Anisa marah karena tidak sabar menghadapi kelakuan mereka.
Kembali, dialihkannya pandangan dari buku ke seluruh kelas.
“Bu saya diganggu Luh De” kata Tania. Anak itu diduduk di meja nomor dua dekat jendela. Anisa bangun mendekat, “ada apa Tania ?” katanya lembut. “Luh de Bu, dia ganggu saya terus dari tadi,” adu Tania kembali. “ Benar Luh De ?” Anisa menatap Luh De tajam.
Maaf bu , saya hanya meminjam penghapusnya sekali Bu”
“Bohong , bukan hanya penghapus, tapi juga rautan pensil saya, trus buku saya, trus kotak pensil saya” sergah Tania. Ah.. anak anak , selalu kukuh dengan keyakinannya sendiri. Anak anak yang lain ikut menimpali, kelas riuh . Anisa mengambil kendali “Anak anak..kerjakan soal kalian kembali.” Katanya tegas. “ Dan kamu, Luh De, jangan lakukan itu lagi, sebaiknya siapkan diri dari rumah agar tidak menganggu temanmu”
Anisa kembali ke tempat duduknya di meja guru, di depan dekat pintu masuk. Kelas masih terdengar riuh, dia menoleh. Kenapa terdengar begitu gaduh, padahal anak anak itu terlihat mengerjakan soal dengan tekun sekarang. Anisa mengernyitkan dahi. Dia melongok keluar pintu. Hening. Sekolah sedang mengadakan tes tengah semester. Semua asik mengerjakan soal. Tidak ada anak bermain di halaman. Aneh. Terdengar ribut lagi. Suara anak- anak bermain dan tertawa bahkan ada suara bangku di ketuk ketuk, persis seperti kelas yang ditinggalkan gurunya. Sangat gaduh.
Anisa menggelengkan kepalanya, ah..mungkin ini hanya suara suara khayalannya saja karena anak anak sering ribut jadi selalu seperti terdengar di telinganya. Ditatapnya anak anak satu persatu, semakin asing perasaannya seolah berada di tempat yang baru, tempat yang tidak dia kenali sebelumnya. Ah..semakin keras digelengkan kepalanya. Hening. Suara suara itu tidak terdengar lagi. Benar saja, itu hanya suara khayalannya belaka.
Diliriknya jam tangan , hampir mendekati jam dua belas. Sebentar lagi bel pulang berbunyi. Dia bangkit berkeliling ke seluruh ruang kelas, memeriksa tiap pekerjaan anak anak itu apakah sudah selesai atau belum. Tiba tiba Tania menangis tersedu. “ Tania ada apa lagi ? “ Tanya Anisa sambil mendekati anak itu . Pekerjaannya terlihat sudah selesai. Suara gaduh kembali. Tangis Tania semakin keras.
Anisa berusaha membujuk tapi anak itu tidak berhenti menangis juga. Bel sudah berbunyi. Soal soal dikumpulkan, anak anak pulang, tapi Tania masih menangis. Akhirnya Anisa menyerah, dia menelpon orang tua Tania agar segera datang menjemputnya.
Keesokan harinya dan seterusnya selama beberapa hari, Tania masih sering menangis, bahkan sekarang tidak mau ditinggal ibunya. Dia minta ditunggui. Kenapa ? Pikirannya sebagai guru merasa gagal. Anak itu tidak nyaman di kelasnya sendiri. Tapi kenapa baru sekarang setelah beberapa bulan di sekolah ini. Dan dia juga merasa aneh. Seringkali di kelas ini terdengar begitu gaduh, gaduh yang tidak biasanya. Padahal anak anak dalam kelas itu tidak banyak yang berbicara, tapi kegaduhannya melebihi pasar.
Pikirannya terganggu. Konsentrasinya hilang. Tak jarang Anisa menggebrak meja karena ingin mendiamkan kegaduhan itu. Dan anak anak ketakutan. Pikirannya semakin kacau. Suara gaduh masih sering terdengar. Entah apa yang salah dalam dirinya. Mungkin dia harus memeriksakan telinganya sendiri, barangkali ada yang salah dengan pendengarannya.
“Banyak anak anak disini” kata Mbah Kun, seorang paranormal yang sengaja didatangkan orang tua Tania, yang bingung dengan putrinya itu.
“ tentu saja Mbah, ini sekolah” kata Anisa. “kelas ini saja anak anak ada empat puluh orang” lanjutnya.
“bukan..!” sahut Mbah Kun tegas “ bukan anak anak biasa tapi tidak kelihatan bu”
Anisa merinding, jadi apa yang didengarnya selama ini bukan khayalannya semata . Jadi bukan telinganya yang bermasalah ?
“disini sering terdengar suara gaduh bukan ? padahal anak anak belajar dengan tenang” mata Mbah Kun menerawang. “entah apa yang terjadi dulu disini, tapi di tempat ini, di sekolah ini, banyak anak anak lain . Seperti halnya anak anak, ada yang baik ada yang pendiam, ada yang suka ribut ada juga yang nakal. Dan yang nakal itulah yang mengganggu anak itu ” Pastilah maksudnya Tania.
“lalu bagaimana Mbah ?” Tanya Anisa. Bulu kuduknya tidak berhenti meremang. Kelas ini memang terletak di pojok . Bukan suatu kebetulan, kalau kelas di pojok sering diidentikkan dengan hal gaib. Seringkali dalam sinetron atau film, hal angker pasti terjadi di pojok. Entah itu pojok sekolah, atau pojok kelas.
“ mereka juga ciptaan Tuhan, mereka punya hak yang sama juga seperti kita.” Cukup sediakan satu atau permen di pojok meja Ibu tiap hari, dan mintalah agar mereka tidak mengganggu anak anak lagi “ jelas Mbah Kun
Sejak itu, setiap hari Anisa selalu menaruh beberapa permen dalam kotak kecil di pojok mejanya, serta sebuah sesajen yang disebut segehan yang terbuat dari nasi putih yang ditaruh diatas alas janur berbentuk segitiga. Dan meminta agar anak anak kecil yang lain itu tidak mengganggu muridnya lagi.
Tania sudah tenang kembali. Tidak lagi minta ditunggui ibunya. Tapi suara suara gaduh masih sering terdengar tanpa sebab. Muridnya tenang. Kadang dia merasa berada di tempat yang berbeda , bukan di kelasnya sendiri. Tapi hanya sebentar, beberapa menit dan kemudian kembali seperti biasa. Anisa membiasakan diri. Mengajar seperti biasa. Mau tidak mau , suka tidak suka, mereka ada, anak anak lain itu ada, dan mempunyai hak yang sama.
Entah apa yang mereka lakukan, mungkin bermain, atau menulis seperti murid muridnya. Dipejamkannya mata.. Setidaknya dia tidak akan memukul meja lagi mendengar kegaduhan itu. Setidaknya anak anak muridnya bisa belajar dengan tenang.
Mereka anak anak lain itu juga, mereka berhak bermain, mereka berhak juga di tempat ini. Ada batas antara dunia nyata dengan dunia gaib. Ada batas antara Anisa dan muridnya dengan anak anak lain itu. Dan diantara batas itu mesti ada saling pengertian. Karena semua memiliki dunianya sendiri.

WIDYASTUTI