Diedarkannya pandangan ke seluruh kelas ,
melihat anak anak itu sedang asik mengerjakan soal yang diberikan.
Seperti biasa ketika ia mengangkat kepalanya anak anak itu menutup
mulutnya sejenak. Tapi begitu ia mulai menulis lagi, maka gumamam
gumamam mulai terdengar . Sudah menjadi tradisi dimana mana kalau yang
banyak itu sulit untuk diam.
“Emmmm….tolong..kerjakan soalnya sendiri nak” tegurnya untuk kesekian kali.
Anak anak terdiam, menoleh kearahnya,
lalu kembali mengerjakan tugasnya. Anisa mulai menulis, administrasi ini
banyak sekali, keluhnya dalam hati. Tidak cukupkah guru hanya mengajar
saja tanpa membuat administrasi yang seabrek banyaknya. Tapi kata
atassannya, kalau tidak membuat administrasi, bagaimana mereka tahu ibu
sudah mengajar ?
ah.. benar juga ya. Maka pelan dengan
sedikit enggan, terpaksa juga diselesaikannya administrasi yang
dirasakannya bertele- tele dan memakan banyak waktu itu.
Riuh kembali terdengar dalam kelasnya.
Ah..anak anak ini berbeda sekali dengan muridnya tahun lalu. Rasanya
hampir bosan dia menegur, tapi mereka tetap dengan keributannya. Bahkan
dalam mengerjakan soal sekalipun, mulutnya seperti lebah yang tidak
henti berdengung. Untung saja kelasnya di pojok sekarang, karena sekolah
sedang direnovasi, jadi tidak terlalu mengganggu kelas lain kalau Anisa
marah karena tidak sabar menghadapi kelakuan mereka.
Kembali, dialihkannya pandangan dari buku ke seluruh kelas.
“Bu saya diganggu Luh De” kata Tania.
Anak itu diduduk di meja nomor dua dekat jendela. Anisa bangun mendekat,
“ada apa Tania ?” katanya lembut. “Luh de Bu, dia ganggu saya terus
dari tadi,” adu Tania kembali. “ Benar Luh De ?” Anisa menatap Luh De
tajam.
“
Maaf bu , saya hanya meminjam penghapusnya sekali Bu”
“Bohong , bukan hanya penghapus, tapi
juga rautan pensil saya, trus buku saya, trus kotak pensil saya” sergah
Tania. Ah.. anak anak , selalu kukuh dengan keyakinannya sendiri. Anak
anak yang lain ikut menimpali, kelas riuh . Anisa mengambil kendali
“Anak anak..kerjakan soal kalian kembali.” Katanya tegas. “ Dan kamu,
Luh De, jangan lakukan itu lagi, sebaiknya siapkan diri dari rumah agar
tidak menganggu temanmu”
Anisa kembali ke tempat duduknya di meja
guru, di depan dekat pintu masuk. Kelas masih terdengar riuh, dia
menoleh. Kenapa terdengar begitu gaduh, padahal anak anak itu terlihat
mengerjakan soal dengan tekun sekarang. Anisa mengernyitkan dahi. Dia
melongok keluar pintu. Hening. Sekolah sedang mengadakan tes tengah
semester. Semua asik mengerjakan soal. Tidak ada anak bermain di
halaman. Aneh. Terdengar ribut lagi. Suara anak- anak bermain dan
tertawa bahkan ada suara bangku di ketuk ketuk, persis seperti kelas
yang ditinggalkan gurunya. Sangat gaduh.
Anisa menggelengkan kepalanya,
ah..mungkin ini hanya suara suara khayalannya saja karena anak anak
sering ribut jadi selalu seperti terdengar di telinganya. Ditatapnya
anak anak satu persatu, semakin asing perasaannya seolah berada di
tempat yang baru, tempat yang tidak dia kenali sebelumnya. Ah..semakin
keras digelengkan kepalanya. Hening. Suara suara itu tidak terdengar
lagi. Benar saja, itu hanya suara khayalannya belaka.
Diliriknya jam tangan , hampir mendekati
jam dua belas. Sebentar lagi bel pulang berbunyi. Dia bangkit
berkeliling ke seluruh ruang kelas, memeriksa tiap pekerjaan anak anak
itu apakah sudah selesai atau belum. Tiba tiba Tania menangis tersedu. “
Tania ada apa lagi ? “ Tanya Anisa sambil mendekati anak itu .
Pekerjaannya terlihat sudah selesai. Suara gaduh kembali. Tangis Tania
semakin keras.
Anisa berusaha membujuk tapi anak itu
tidak berhenti menangis juga. Bel sudah berbunyi. Soal soal dikumpulkan,
anak anak pulang, tapi Tania masih menangis. Akhirnya Anisa menyerah,
dia menelpon orang tua Tania agar segera datang menjemputnya.
Keesokan harinya dan seterusnya selama
beberapa hari, Tania masih sering menangis, bahkan sekarang tidak mau
ditinggal ibunya. Dia minta ditunggui. Kenapa ? Pikirannya sebagai guru
merasa gagal. Anak itu tidak nyaman di kelasnya sendiri. Tapi kenapa
baru sekarang setelah beberapa bulan di sekolah ini. Dan dia juga merasa
aneh. Seringkali di kelas ini terdengar begitu gaduh, gaduh yang tidak
biasanya. Padahal anak anak dalam kelas itu tidak banyak yang berbicara,
tapi kegaduhannya melebihi pasar.
Pikirannya terganggu. Konsentrasinya
hilang. Tak jarang Anisa menggebrak meja karena ingin mendiamkan
kegaduhan itu. Dan anak anak ketakutan. Pikirannya semakin kacau. Suara
gaduh masih sering terdengar. Entah apa yang salah dalam dirinya.
Mungkin dia harus memeriksakan telinganya sendiri, barangkali ada yang
salah dengan pendengarannya.
“Banyak anak anak disini” kata Mbah Kun,
seorang paranormal yang sengaja didatangkan orang tua Tania, yang
bingung dengan putrinya itu.
“ tentu saja Mbah, ini sekolah” kata Anisa. “kelas ini saja anak anak ada empat puluh orang” lanjutnya.
“bukan..!” sahut Mbah Kun tegas “ bukan anak anak biasa tapi tidak kelihatan bu”
Anisa merinding, jadi apa yang didengarnya selama ini bukan khayalannya semata . Jadi bukan telinganya yang bermasalah ?
“disini sering terdengar suara gaduh
bukan ? padahal anak anak belajar dengan tenang” mata Mbah Kun
menerawang. “entah apa yang terjadi dulu disini, tapi di tempat ini, di
sekolah ini, banyak anak anak lain . Seperti halnya anak anak, ada yang
baik ada yang pendiam, ada yang suka ribut ada juga yang nakal. Dan yang
nakal itulah yang mengganggu anak itu ” Pastilah maksudnya Tania.
“lalu bagaimana Mbah ?” Tanya Anisa.
Bulu kuduknya tidak berhenti meremang. Kelas ini memang terletak di
pojok . Bukan suatu kebetulan, kalau kelas di pojok sering diidentikkan
dengan hal gaib. Seringkali dalam sinetron atau film, hal angker pasti
terjadi di pojok. Entah itu pojok sekolah, atau pojok kelas.
“ mereka juga ciptaan Tuhan, mereka
punya hak yang sama juga seperti kita.” Cukup sediakan satu atau permen
di pojok meja Ibu tiap hari, dan mintalah agar mereka tidak mengganggu
anak anak lagi “ jelas Mbah Kun
Sejak itu, setiap hari Anisa selalu
menaruh beberapa permen dalam kotak kecil di pojok mejanya, serta sebuah
sesajen yang disebut segehan yang terbuat dari nasi putih yang ditaruh
diatas alas janur berbentuk segitiga. Dan meminta agar anak anak kecil
yang lain itu tidak mengganggu muridnya lagi.
Tania sudah tenang kembali. Tidak lagi
minta ditunggui ibunya. Tapi suara suara gaduh masih sering terdengar
tanpa sebab. Muridnya tenang. Kadang dia merasa berada di tempat yang
berbeda , bukan di kelasnya sendiri. Tapi hanya sebentar, beberapa menit
dan kemudian kembali seperti biasa. Anisa membiasakan diri. Mengajar
seperti biasa. Mau tidak mau , suka tidak suka, mereka ada, anak anak
lain itu ada, dan mempunyai hak yang sama.
Entah apa yang mereka lakukan, mungkin
bermain, atau menulis seperti murid muridnya. Dipejamkannya mata..
Setidaknya dia tidak akan memukul meja lagi mendengar kegaduhan itu.
Setidaknya anak anak muridnya bisa belajar dengan tenang.
Mereka anak anak lain itu juga, mereka
berhak bermain, mereka berhak juga di tempat ini. Ada batas antara dunia
nyata dengan dunia gaib. Ada batas antara Anisa dan muridnya dengan
anak anak lain itu. Dan diantara batas itu mesti ada saling pengertian.
Karena semua memiliki dunianya sendiri.
WIDYASTUTI