Mengenai Saya

Foto saya
aku adalah kamu, kamu adalah aku,

Jumat, 16 Mei 2014

NYANYIAN PELANGI

“lumpuhkanlah ingatanku , hapuskan tentang dia , hapuskan memoriku tentangnya
hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia, kuingin kulupakannya”

Hujan sudah berhenti, tapi kabut mulai melayang diantara daun pinus dan cemara senja itu. Barisan bukit yang mengelilingi danau Batur, tak lagi terlihat jelas. Kabut mulai menghalangi pandangan. Serupa awan putih yang melayang layang , tepat di atas air danau yang tenang. Langit yang biasanya biru cerah, gelap. Angin dingin berdesir terasa mengiris kulitku.

Kurapatkan syal di leher, dengan sebuah switer yang tidak terlalu tebal, membuat dingin masuk menyapa kulitku. Hanya sebentar, kataku pada diri sendiri. Hatiku mencoba memberi pembelaan terhadap pikiran yang melarangku untuk duduk di teras saat cuaca sedingin ini.

Tidak perlu waktu lama bagiku untuk memahami, bahwa aku begitu betah dengan tempat ini. Danaunya, bukit bukit yang menghijau di kejauhan, langitnya yang biru, kebun-kebun petani bawang dan sayuran yang hampir merata menghias sepanjang bibir danau. Dan kenangan itu. Ya kenangan bersamamu di sini. Ah…sekali lagi aku mengeja nama itu. Nama yang tak pernah lekang dalam benakku. Pram..

Kukibaskan kepala, menolak segala bayangan yang datang, selalu setiap kali kabut jatuh di senja hari. Ah….  Dengan pelan aku menjangkau secangkir kopi di atas meja kayu, mencoba menghalau dingin dan juga seraut wajah yang tersenyum dalam ingatanku. Sekuat tenagaku menolak sekuat itu pula dia hadir memaksaku mengingat semua tentang dia. “wid… sebaiknya engkau biarkan bayangannya datang dalam ingatanmu. Semakin engkau menolaknya maka semakin dalam dia akan memaksamu” seruan dari dalam hatiku.

Sesungguhnya aku tak ingin kembali ke tempat ini , tapi kesehatanku, memaksaku untuk berada disini dalam jangka waktu yang lama. “Udara kota tidak baik bagi paru-parumu. Sebaiknya engkau tinggal di villa lagi, di Kintamani” kata Rudi, kakak yang sekaligus juga dokter yang merawatku sejak aku dinyatakan terkena paru paru basah. Ah…bukan aku tidak suka, tapi aku ingin melupakan semua kenangan bersamanya, semuanya yang begitu indah tapi menyakitkan .

Dan setiap senja dengan kabut yang mulai turun, wajahnya pasti akan hadir kembali. Dulu, dia bukan sekadar memalingkan duniaku, tapi sekaligus juga menjungkirbalikkannya berbulan-bulan. Dia  memenuhi penuh ruang imajinasiku tentang keindahan cinta. Secara total aku telah lumpuh dari segala rasa, selain rasa cintaku kepadanya. Aku kehilangan kemampuan untuk mencinta, selain kepada dirinya.  

Enam bulan bagiku seolah telah mengenalnya bertahun tahun. Cinta kita bukan semata mata apa yang terlihat, senyum, tubuh, ataupun kata, tapi hati. “Mencintalah dengan hati” katamu waktu itu, saat kita mulai mengerti bahwa aku membutuhkannya dan dia membutuhkan aku. Hampir setiap lekuk dari tempat ini adalah dirinya. Tepi danau , diatas perahu, jalan setapak ke kebun sayur, batuan yang bertebaran di pinggir jalan besar menuju kota, daun daun cemara, pucuk pucuk pinus, awan putih, langit biru, air yang tenang, semuanya adalah dirinya.  

Air mataku menetes kembali, bagaimana aku melupakannya , jika setiap yang kulihat mengingatkanku padanya.  “jangan menangis ya.. “ lalu dia menarik tanganku mengajakku berdiri di depan kaca, “tu liat..wajahmu jelek sekali kalau menangis” katanya menunjuk wajahku yang sembab. “kamu jahat..” kataku, sambil memukuli pundaknya. Dia memang sangat suka menggodaku. Sepagi itu aku menelponnya seperti biasa tapi dia tidak mengangkat telponnya. Aku telpon berkali kali, belum diangkat juga. Hatiku mulai cemas. Ada apa. Lalu datang sebuah sms yang berbunyi ‘maafkan aku, aku sudah pulang ke Jawa’.  Deg….Tiba tiba hatiku sakit. Sakit sekali. Aku menangis. Aku jawab sms nya dengan ucapan berkali kali , kenapa pergi tanpa pamit, kenapa tinggalin aku “ Tapi tiba tiba dia nongol di depan mataku sambil tertawa. Kontan saja aku marah semarah marahnya memukulinya bertubi tubi, tapi dia menangkis pukulanku hanya dengan tertawa. Ah… ternyata dia hanya menggodaku. Kenangan itu selalu membuatku tersenyum sendiri.  

Aku mulai berpikir , barangkali takdir memang harus mempertemukan aku dengan dia. Dia hidupku, aku merasa tidak bisa hidup tanpa dirinya. Perhatian dan kasih sayangnya membuatku bangkit . Aku yang sudah tak punya harapan untuk hidup lagi karena penyakit yang kuderita, pelan pelan tapi pasti mulai merasa bahwa ternyata hidup masih berpihak padaku.

“Ayo kita jalan … “ suatu kali dia menarik tanganku. “Ah.. tidak mau.” Aku menolak ajakannya. “Ayolah… please…” katanya memohon seperti biasa. Matanya yang memang sayu di buat semakin memelas, mimiknya seperti anak yang merengek meminta mainan dari ibunya. Ah…kebiasaan, senyumku dalam hati. Tapi aku masih menampakkan wajah tidak mau. Aku selalu ingin melihatnya merengek manja seperti biasa. “Ayolah sayang… aku ingin mengajakmu ke suatu tempat” rengeknya lagi. “udara sedingin ini, memang mau kemana ? lebih baik kubuatkan kopi untukmu, oke ‘’ kataku. “ahhh…nggak mauuuuuu” gemes aku melihat wajahnya yang dibuat seperti anak TK itu. Akhirnya aku menuruti keinginannya. Selalu, dia mengandalkan wajahnya yang memelas dan matanya yang sayu itu.  

Kami berjalan di seputar danau. Ngobrol tentang apa saja. Tentang burung yang kebetulan melintas di langit sore itu, tentang gunung yang selalu terlihat indah, tentang jalan yang berliku liku, tentang air, bahkan tentang bintang dan pelangi. Ya.. pelangi. Saat itu kami bersitegang, dia suka bintang tapi aku bilang aku lebih suka pelangi. Dia menyukai bintang karena bersinar , menerangi malam. Tapi aku lebih suka pelangi karena pelangi indah, berwarna warni. “ Bintang itu bersinar, tidak pelit, semua mendapatkan sinarnya. Dia bersinar menerangi kegelapan” kata Pram. “ Ah…aku lebih suka pelangi. Pelangi itu indah. Menghibur dan semua orang suka dengan pelangi” kataku kesal. Aku tahu , aku akan selalu kalah berdebat dengannya. Dia selalu pintar memutar balikkan kata, membuatku tak bisa menjawab apapun lagi. Tapi kali ini dia diam. Dan setelah itu dia selalu memanggilku…pelangi jelekkkkk…dan aku merasa menang dan tertawa .  

Lagu dari Geisha, Lumpuhkanlah Ingatanku , terdengar dari radio yang sengaja kubiarkan hidup di ruang tengah. Sayup sayup liriknya menyadarkan aku. Itu Aku. Pelangi jelek sudah tidak ada lagi. Air mataku menetes melewati pipi. Dan laki laki itu, Pram, entah dimana dia sekarang. Aku sudah tidak mendengar kabarnya beberapa bulan ini. Dia pergi tanpa pesan apapun, sekalipun hanya sekedar sms. Hingga aku pulang ke Denpasar, mencari tahu dari teman teman yang pernah dia ceritakan padaku dulu, di kampusnya, di tempat kontrakannya, tapi dia pergi seolah ditelan bumi. Ada apa ? Dimana ? Pertanyaan itu tak terjawab hingga saat ini. Hingga aku kembali lagi ke tempat ini.

Berhari hari aku berharap, seandainya..ya.. senandainya saja. Saat aku duduk di beranda memandang danau di senja hari, berteman secangkir kopi dan sebuah buku, tiba tiba ada yang menepuk pundakku atau berteriak mamanggilku dari ujung jalan, “Pelangi jelekkkkkk…”  

Hp yang kutaruh di atas meja bergetar, sms masuk. Kuraih dengan pelan tapi penuh harap seperti biasa. kuharap kabar dari seseorang yang kini entah ada dimana. ” Maaf aku tidak bisa menemanimu lagi, jaga dirimu baik baik, aku pergi dan tidak akan kembali, maafkan aku, pelangi “ Kabut turun dengan cepat, kali ini semua gelap, bahkan pagar bambu di depan rumahpun tak terlihat lagi. Semua menghilang, kabur oleh kabut dan air mata yang jatuh tak terbendung lagi.

Denpasar, 10 Nopember 2013 , Selamat Hari Pahlawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar